Buyer Persona – Ketahui agar Marketing Tidak Salah Sasaran
Dalam marketing (digital atau pun konvensional), sangat penting untuk mengetahui ciri ideal dari pembeli/customer/klien kita. Hal ini bisa diproyeksikan dalam bentuk buyer persona. Kalau kita tidak mengetahui apa gambaran ideal dari customer kita atau menarget semua orang, jangan harap bisnis atau pemasaran akan sukses.
Contoh paling mudahnya, kita tidak mungkin menggunakan pesan otomatis dengan panggilan bapak saja, padahal ada leads yang merupakan wanita.
Yuk ketahui buyer persona lebih lanjut!
Apa Itu Buyer Persona?
Buyer persona adalah personifikasi/imajinasi atau gambaran ideal dari orang yang membeli produk/jasa kita berdasarkan dari riset pasar/audiens.
Ada juga negative buyer persona yang merupakan kebalikan dari buyer persona, yaitu gambaran orang yang hampir tidak mungkin cocok dengan apa yang kita jual. Contohnya, produk dewasa, tidak mungkin buyer persona-nya adalah anak-anak.
Nama lain dari buyer persona adalah audience persona, marketing persona, atau target persona.
Mengapa Buyer Persona Itu Penting?
a. Mengembangkan Produk yang Market Fit
Buyer persona itu penting dalam pengembangan suatu produk. Tidak mungkin kita menciptakan produk yang tidak ada target market-nya bukan? Sembako saja ada target market-nya.
Memahami buyer persona, bahkan kegiatan harian mereka bisa membantu dalam mengembangkan produk ideal yang bisa membantu menyelesaikan masalah mereka.
Contohnya, kita mengembangkan suatu aplikasi workout. Sementara itu, buyer persona kita adalah orang yang ingin konsisten dalam berolahraga, sehingga ia butuh tracker untuk memantau progresnya. Akhirnya, dibuatlah fitur tracker untuk menyelesaikan permasalahan dari buyer persona tadi.
b. Content Marketing yang Tepat Sasaran
Buyer persona tidak akan lepas dari content marketing karena pembuatan konten pastinya punya target yang jelas.
Contohnya, jika kita menjual stik golf, maka pembuatan kontennya harus mengarah ke target audiens yang merupakan seorang pemain golf dan butuh stik untuk bermain.
Jadi, tidak ada pembuatan konten yang asal-asalan/tidak tepat sasaran. Contohnya, membuat konten tentang bola basket, padahal buyer persona-nya adalah orang yang rutin bermain sepak bola.
Selain itu, penentuan panjang kata juga termasuk dalam hal ini. Contohnya, kalau audiens kita berliterasi tinggi, konten panjang adalah jawabannya.
c. Optimasi Leads Nurturing
Kita bisa mendapatkan leads lewat lead magnet. Nah, agar lead magnet tersebut optimal, maka perlu adanya buyer persona yang jelas.
Penggunaan media juga bisa dilihat. Mana yang lebih responsif? Apakah WhatsApp, FB, Twitter, atau media lain?
d. Personalisasi Pesan
Mungkin bagian ini sangat esensial untuk yang terbiasa mengirimkan pesan ke banyak orang seperti e-mail marketer.
Dengan mengetahui buyer persona, kita bisa punya pesan yang dipersonalisasi untuk berbagai segmen leads.
Contohnya, sapaan untuk wanita umur 25 tahun dan sudah menikah, pasti berbeda dengan sapaan untuk pria bujang berumur 30 tahun.
Gaya bahasa juga dipengaruhi oleh hal ini. Sapaan Anda lebih cocok untuk buyer persona pebisnis, sementara untuk buyer persona anak muda, lebih cocok dengan sapaan gaul seperti gua, lu, kamu, aku (sapaan kasual).
e. Meningkatkan Sales
Dengan buyer persona, tim sales jadi punya informasi untuk mengetahui kanal apa yang kira-kira paling efektif dan berpeluang untuk closing. Hal ini penting untuk strategi pendekatan dan handling objection dari leads. Tentunya, hal ini berguna untuk meningkatkan sales.
f. Komunikasi dengan (Calon) Customer semakin Baik
Bagian ini penting untuk tim customer support/service. Setiap orang pasti butuh penanganan yang berbeda, karena itulah, penting untuk mengetahui buyer persona.
Kesalahan penanganan dari customer support dapat berdampak kurang baik seperti munculnya testimoni negatif.
Siapa saja yang Terlibat dalam Menciptakan Buyer Persona
a. Marketing
Tim marketing berperan dalam membuat pesan atau campaign yang sesuai dengan audiens pada segmen terentu.
b. Sales
Tim sales yang kontak langsung dengan leads pastinya punya insight yang lebih tajam soal berbagai hal seperti pain point, motivasi, dan kebutuhan leads.
c. Produk
Mengembangkan produk tidak mungkin asal-asalan dan tidak mengetahui siapa yang kira-kira akan memakai produknya.
Dari tim produk, mereka bisa mengetahui fitur atau bagian produk apa saja yang paling diminati oleh leads atau klien.
d. Customer Service/Support
Selain sales, customer service/support juga berhubungan langsung dengan klien. Insight dari mereka bisa berupa feedback, preferensi, dan perilaku dari klien.
e. Manajemen
Meski sebenarnya hal ini cukup menghambat proses karena birokratif, manajemen bisa memastikan bahwa buyer persona sesuai dengan visi & misi perusahaan atau tidak.
Apa saja Kriteria dalam Buyer Persona?
Beberapa kriteria yang bisa dimasukkan dalam buyer persona adalah:
- Demografi (usia, jenis kelamin, tempat tinggal, status keluarga, dan gelar/level pendidikan)
- Status profesi (jabatan, industri, arrangement pekerjaan, level senioritas, dan gaji)
- Psikografis (value, kepercayaan, pandangan politik, dan gaya hidup)
- Sumber informasi/influens (situs/blog, media sosial, media (visual, audio, atau cetak), idola, acara favorit)
- Pain point (frustasi, ketidaknyamanan, tantangan, halangan, ketidakpuasan)
- Proses membeli (pembentukan pengambilan keputusan, frekuensi penggunaan produk/jasa atau pembelian)
Bagaimana Cara Menciptakan Buyer Persona?
Sebenarnya, menciptakan buyer persona bisa dilakukan lewat riset, survei, dan wawancara. Termasuk pada klien yang sudah ada, leads, atau pun kontak yang kira-kira berpotensi untuk membeli produk/jasamu.
Berikut cara sederhana untuk menciptakan buyer persona:
a. Riset Klien/Customer
Cara ini bisa dilakukan dengan melihat database dari lead magnet, survei, wawancara, webinar, atau observasi, bahkan studi kasus dari market research.
Semakin besar database, maka akan semakin kompleks analisanya.
b. Feedback dari Klien/Customer
Dari feedback klien/customer, kita bisa membuat buyer persona, terutama dari yang memberikan testimoni positif atau bintang 5.
Selain membuat buyer persona, feedback/kritik dari klien bisa jadi sarana untuk mengembangkan bisnis ke arah yang lebih baik.
c. Data dari Pemerintah/Lembaga Survey Resmi
Data dari BPS/lembaga survey resmi bisa jadi rujukan untuk membuat buyer persona. Contohnya, lembaga survey resmi A mendapatkan hasil bahwa 70% pria Indonesia ingin menumbuhkan brewok. Maka, buyer persona-nya adalah laki-laki remaja/dewasa yang kesulitan untuk menumbuhkan brewok dan produk idealnya adalah penumbuh brewok.
d. Studi Kasus dari Lembaga Riset Pasar
Terdapat beberapa lembaga riset pasar di Indonesia. Mereka biasanya punya data di industri tertentu, sehingga hal ini tentunya bermanfaat bagi kita untuk menciptakan buyer persona ideal yang sesuai dengan industri bisnis kita.
e. Media Sosial
Media sosial bukan hanya untuk hiburan, bahkan bisa digunakan untuk menciptakan buyer persona loh.
Tren, bahasan yang “panas”, bahkan keluhan orang-orang di media sosial seperti fess Twitter bisa jadi cara yang bagus untuk menentukan buyer persona apa yang sebaiknya kita ciptakan.
f. Analytics
Di situs, mungkin kita biasanya memakai Google analytics. Kita bisa mengeset data untuk mengetahui demografi dari orang yang mengakses situs kita untuk menciptakan buyer persona yang ideal.
Selain itu, analytics dari lead magnet atau pun klien yang kita punya juga bekerja dengan prinsip yang sama.
g. Bekerja Sama dengan Tim Sales
Tanyalah tim sales untuk mengetahui bagaimana perilaku leads. Apa “something in common” yang mereka punya. Terutama yang engagement-nya bagus dan terlihat sangat tertarik dengan produk/jasa kita.
Apa yang harus Dilakukan setelah Menciptakan Buyer Persona?
a. Pelajari Database dari Persona Prospek
Pelajari persona yang ada di database, seperti:
- Motivasi
- Pain point
- Tantangan
- Impian
b. Bantu Tim Sales dan CRM untuk Membuat Pesan yang Dipersonalisasi
Dengan buyer persona, kita bisa membantu tim sales dan CRM (customer relationship management) untuk membuat pesan yang dipersonalisasi.
Tidak mungkin kan kita pake automasi sapaan nyonya, padahal ada bapak-bapak.
Agar tidak terjadi kesalahan di atas, kita harus mengelompokkan audiens kita berdasarkan demografi yang tepat.
Setelah pesan yang dipersonalisasi dibuat, evaluasi dan lakukan A/B testing secara berkala.
Contoh Buyer Persona
a. B2B
Arup adalah seorang pebisnis baru (UMKM) di Jakarta yang punya kesulitan berupa laporan keuangan yang tidak rapih, sehingga cash flow-nya terlihat berantakan.
Maka, buyer persona-nya adalah:
- Laki-laki
- Pebisnis UMKM
- Domisili Jakarta
- Kesulitan dalam mengelola laporan keuangan perusahaannya
- Butuh alat agar laporan keuangannya bisa otomatis
- Takut ada pengeluaran yang ternyata di luar kendali
b. B2C
Anggun adalah remaja wanita yang menyukai makanan pedas lebih dari apa pun. Ayam geprek adalah makanan favoritnya. Namun, ia punya alergi terhadap seafood
Dari data di atas, buyer persona-nya:
- Perempuan
- Usia remaja
- Suka makanan pedas
- Punya limitasi dalam makanan berupa alergi
- Butuh makanan pedas non seafood
- Penghasilan masih dari orang tua
Ciptakan Buyer Persona yang Tepat agar Bisnis Berhasil!
Meski hanyalah sebuah gambaran atau imajinasi, menciptakan buyer persona yang tepat itu akan membuat bisnis berhasil karena kita tahu siapa yang kita target. Ingat bahwa menargetkan semua orang pasti berujung kegagalan karena kita tidak fokus.
Setiap barang atau jasa pasti punya targetnya masing-masing, bahkan air yang tidak ada rasanya punya buyer persona yang berbeda.
Jadi, mari stop menargetkan semua orang dan secara asal-asalan, lalu mulai menciptakan buyer persona yang tepat untuk bisnis!
Sumber:
https://www.semrush.com/blog/buyer-persona/#why-are-buyer-personas-important-for-business
https://blog.hubspot.com/marketing/buyer-persona-research