Thin Content – “Konten Kurus” yang Berbahaya?
“Konten kurus” atau thin content adalah hal yang sebaiknya tidak diterapkan saat melakukan optimasi mesin pencari (on-page SEO). Hal ini karena selain membuang waktu dan tenaga dalam pembuatannya, potensi bounce rate bisa naik (engagement time tidak lama), dan bahaya lainnya. Bahkan, terlihat seperti orang yang tidak niat untuk membuat sebuah konten.
Mari kita telusuri si “konten kurus” ini, mengapa tidak boleh dibuat, serta bagaimana cara mengatasi dan mencegahnya?
Apa Itu Thin Content?
Thin content adalah konten yang sama sekali tidak ada manfaatnya untuk user atau dengan kata lain tidak memuaskan search intent user. Jadi, “konten kurus” ini bukan konten yang jumlah katanya sedikit. Kalau pun jumlah katanya sedikit, tetapi masih memenuhi search intent, maka kontennya bukan merupakan thin content.
Low value content dalam alasan penolakan Adsense bisa dibilang mirip dengan thin content.
Contoh Thin Content
Beberapa contoh thin content adalah sebagai berikut, bahkan ada yang termasuk teknik black hat SEO:
- Plagiat
- Menyadur dari situs lain tanpa adanya rewrite (scrapped content) atau spinning article
- Auto generated content seperti tulisan dari AI tanpa adanya penyuntingan dan fact check
- Laman/konten duplikat
- Laman affiliate tanpa adanya value tambahan
- Konten dengan keyword stuffing
- Doorway pages
Mengapa Thin Content Berbahaya?
Secara umum, bahaya thin content sebenarnya berlaku kepada dua pihak, yaitu user dan performa situs.
Untuk user, bahaya/dampak negatif thin content adalah:
- Tidak mendapatkan informasi yang ingin diketahui
- Kurang mendapatkan bahasan yang komprehensif
- Tidak enak saat membaca kontennya
- Salah menginterpretasi suatu informasi. Berbahaya jika topiknya YMYL
Sementara itu, untuk performa situs:
- Ada kemungkinan laman mengalami deindex atau penalti dari Google
- Karena laman mengalami deindex atau penalti dari Google, traffic turun
- Butuh waktu dan tenaga untuk memperbaiki masalah thin content
- Bounce rate meningkat, jika ada CTA atau lead magnet di lamannya, kemungkinan tidak akan diklik
- Engagement time menurun
- Merusak reputasi
Bagaimana Cara Mengatasi Thin Content?
a. Audit Laman secara Keseluruhan
Kalau ada banyak konten di laman kita, kita bisa audit dulu keseluruhan laman yang kita miliki. Apakah ada yang awalnya terindeks lalu ranking, kemudian mengalami deindex atau ranking-nya mengalami penurunan?
Jika ada, segera kunjungi laman tersebut dan pastikan apakah masalah dari laman tersebut adalah thin content?
b. Lakukan Proses Penyuntingan pada Thin Content
Setelah melihat dan mengetahui adanya thin content, segera lakukan penyuntingan. Misalnya:
- Membuat outline tambahan. 5W 1H bisa membantu
- Mengecek search intent dari user apa yang belom terpenuhi dari kontennya
- Hitung keyword density untuk melihat apakah ada indikasi keyword stuffing
- Baca kontennya dengan suara keras
- Temukan kesalahan dalam penulisan jika ada
c. Indeks Ulang Laman jika Mengalami Deindex
Kelar menyunting? Jika lamannya mengalami deindex, segera minta Google untuk mengindeks ulang laman yang telah disunting.
Kalau rank-nya jeblos? Tinggal tunggu saja.
Bagaimana Cara Mencegah Terciptanya Thin Content?
a. Berikan Content Brief dengan Jelas
Untuk mencegah terciptanya thin content, berikan content brief dengan jelas. Isi content brief bisa berupa:
- Outline
- Gaya bahasa
- Meta description
- Pembuka dan penutup
- Call to action
- Hal yang dilarang seperti keyword stuffing
Jangan mengharapkan penulis paham isi kepala dan ekspektasi kita. Beberkan semuanya di content brief.
b. Pahami Search Intent
Dari topik/konten yang kita buat, apa saja yang kira-kira dicari oleh user? Pahami niat pencarian mereka agar kontennya relevan dengan apa yang user cari.
Bingung saat menentukan search intent? Cobalah untuk berempati atau manfaatkan 5W 1H.
c. Jangan Pernah Melewatkan Proses Penyuntingan
Setiap konten yang telah dibuat, wajib melewati proses penyuntingan. Terkadang, kita hanya asal terima, lalu segera publikasi, padahal ada potensi thin content.
Sebagai editor, jangan pernah menyunting dengan asal-asalan, lakukan dengan benar. Jika kita tidak punya editor, maka lakukan self editing.
d. Bentuk Sistem Pagination dengan Tepat
Sistem pagination yang salah dapat menyebabkan terjadinya thin content.
Thin Content Itu Tidak Disukai oleh Google (Mesin) dan User (Manusia)
Baik itu mesin atau pun manusia, sama-sama tidak menyukai thin content. Lalu, apa alasan kita untuk terus menciptakan thin content? Tidak ada bukan?
Kalau kamu memasuki suatu laman dan ternyata informasinya tidak lengkap, tidak jelas, bahkan banyak kalimat tidak efektif, serta kelihatan hanya keyword stuffing. Pasti rasanya kamu ingin langsung keluar dari laman tersebut kan? Jadi, mari kita buat konten yang bermanfaat untuk user kita!
Sumber:
https://yoast.com/what-is-thin-content/
https://www.searchenginejournal.com/what-is-thin-content-how-to-fix-it/270583/#close