Golden Mean – “Titik Tengah” untuk Keseimbangan?
Ketika kita sedang berbicara dengan orang yang budayanya beda, misalnya kita terbiasa frontal (konteks rendah) sedang berbicara dengan orang yang kurang bisa menerima komunikasi langsung, kita bisa saja mencari titik tengah atau golden mean agar komunikasinya efektif dan tidak menyinggung.
Konsep golden mean ini dipakai di banyak hal, terutama komunikasi. Yuk kita telusuri!
Apa itu Golden Mean?
Golden mean adalah sebuah konsep filosofis, yaitu perilaku beretika adalah menemukan titik tengah dari dua ekstrim (kiri dan kanan). Konsep ini diperkenalkan oleh filsuf bernama Aristoteles.
Dalam komunikasi, terutama antarbudaya, golden mean memungkinkan komunikasi yang efektif. Jadi, kita tidak berkomunikasi terlalu agresif, atau pun terlalu pasif/metaforikal.
Mengapa Golden Mean Penting?
Golden mean menawarkan keseimbangan dalam situasi apa pun. Mungkin pembaca masih ingat bahwa apa pun yang berlebihan itu tidak baik.
Golden mean banyak dipakai dalam berbagai konteks situasi apa pun. Contohnya, dalam konteks komunikasi, golden mean bisa digunakan dalam berkomunikasi dengan orang yang baru kenal dan berbeda budaya. Untuk konteks bisnis, golden mean bisa jadi acuan dalam mengambil keputusan penting.
Dalam dunia SEO, golden mean bisa diterapkan dalam pendekatan seperti aturan/petunjuk dari Google serta OKR yang ditetapkan oleh klien. Apa jalan tengah yang bisa mengakomodir dua-duanya?
Bagaimana Cara Menemukan Golden Mean?
Untuk menemukan golden mean dalam apa pun, kita perlu memahami konteks dari situasinya.
Biasanya, semakin banyak pengalaman seseorang, semakin mudah untuk menemukan golden mean dalam situasi apa pun.
Contohnya, ketika berbicara dengan atasan, kita harus mengenali dulu karakter atasan kita. Kemudian kita mencari titik tengah agar komunikasinya dianggap sopan dan efektif. Misalnya, menggunakan bahasa formal dan membatasi pembicaraan di lingkup profesional saja.
Tantangan dalam Konsep Golden Mean
Konsep ini terdengar sempurna dan benar-benar centrist. Namun, pada kenyataannya, tidak mudah untuk menerapkan konsep ini. Contoh paling mudah adalah komunikasi antarbudaya. Pastinya sangat sulit untuk menemukan titik tengah antara komunikasi konteks rendah dengan komunikasi konteks tinggi. Yang satu terbiasa frontal, yang satu lagi terbiasa memakai makna implisit dalam komunikasinya.
Selain itu, ada kalanya memang titik tengah bukanlah jawaban yang benar. Contohnya adalah meyakini agama masing-masing. Meski pada dasarnya, hal bersifat dogmatis tidak perlu diperdebatkan lagi.
Apakah Kamu sudah Menerapkan Golden Mean?
Menerapkan golden mean memang sulit, tidak semudah konsepnya yang cukup mudah, yaitu titik tengah dari dua ekstrim. Namun, bukan berarti kita tidak bisa melakukannya kok.
Setiap situasi akan memiliki golden mean yang berbeda. Jadi, teruslah belajar dan peka terhadap situasi apa pun ya.
Referensi:
Cunningham, S. B. (1999). Getting It Right: Aristotle’s “Golden Mean” as Theory Deterioration. Journal of Mass Media Ethics, 14(1), 5–15. https://doi.org/10.1207/S15327728JM140101
Dickson, S. H. (1988). The ‘golden mean’ in journalism. Journal of Mass Media Ethics, 3(1), 33–37. https://doi.org/10.1080/08900528809358307