AIDA – Framework yang Umum Digunakan dalam Dunia Marketing
Jika kamu telah lama berkecimpung di dunia marketing, pastinya sudah tidak asing dengan AIDA. Tidak hanya sebagai formula copywriting, bahkan AIDA ini termasuk framework yang umum digunakan di dunia marketing.
Apa itu AIDA? Bagaimana contoh penerapannya?
Apa Itu AIDA?
AIDA adalah empat fase dari customer saat mereka sedang dalam “perjalanan” sebelum membeli suatu produk/jasa. Meski dibilang fase, AIDA adalah framework yang lumrah dalam dunia marketing secara holistik.
AIDA juga adalah singkatan dari:
- A: Attention
- I: Interest
- D: Desire
- A: Action
Sejarah Singkat AIDA
AIDA diciptakan oleh advokat periklanan asal Amerika Serikat bernama Elias St. Elmo Lewis pada tahun 1898.
Ia berkata bahwa periklanan yang sukses adalah yang bisa memancing untuk dibaca, pembaca akhirnya tertarik, lalu “terbujuk”, kemudian percaya.
Dari paragraf sebelumnya, terlihat kan ada unsur awareness, interest, desire, dan action?
Meski baru konsep, AIDA baru pertama dipajang jadi akronim pada tahun 1921 di Printers Ink, sebuah publikasi ternama.
Sudah seabad lebih dan framework ini masih yang paling populer dalam dunia marketing.
Kelebihan AIDA
a. Simpel
Kelebihan AIDA adalah framework-nya cukup simpel, sehingga ketika kita ingin mengaplikasikan marketing mix dalam framework tersebut, peletakkan kanal marketing-nya cukup mudah.
b. Penggambaran Journey yang Jelas
Dari framework AIDA, kita bisa menggambarkan journey seorang customer, mulai dari baru aware hingga siap melakukan aksi.
Tiap fase journey dari customer akan memiliki strategi yang berbeda karena perilakunya pasti juga berbeda.
c. Menghemat Waktu Marketer
Bingung dan takut terlalu banyak menghabiskan waktu untuk berpikir soal marketing? Framework AIDA bisa membantumu untuk menghemat waktu karena jelas fase customer journey-nya.
Kekurangan AIDA
a. Kurang Cocok dengan Funnel/Journey yang Berantakan
Sayangnya, di dunia nyata, customer journey itu tidak semulus AIDA. Ada juga yang journey cukup panjang, misalnya membeli produk kesehatan atau properti.
Dalam journey tersebut, pastinya tidak hanya AIDA saja. Bahkan bisa saja orangnya lihat testimoni dulu, berkunjung dulu, tanya orang lain dulu, baru membeli. Tentunya framework sesimpel AIDA kurang cocok untuk ini.
b. Tidak Menggambarkan Retensi/Repeat Order
Mungkin kalau belum pada sadar, AIDA hanya cocok untuk model pembelian pertama. Jadi, tidak ada bahasan soal repeat order karena funnel paling ujungnya adalah aksi.
Dalam funnel marketing, ada juga level advokasi/referral, yaitu orang-orang yang merekomendasikan produk/jasamu.
c. Tidak Cocok dengan Siklus Penjualan yang Pendek seperti Pembeli Impulsif
Selain funnel yang terlalu panjang, framework AIDA juga kurang bagus untuk journey yang pendek. Contohnya adalah pembeli impulsif/emosional saat sedang event khusus seperti 12.12. Pasti mereka melewatkan funnel AIDA dalam waktu singkat saja.
d. Terlalu Saklek/Pakem
Yak, salah satu kontra dalam AIDA adalah benar-benar saklek/pakem. Padahal bisa saja ada audiens yang berada dalam dua fase yang sama. Contohnya, orang yang baca blog, bisa saja tidak hanya berada di fase awareness, tetapi juga desire.
Cara Menerapkan AIDA
a. Menentukan Peran dari Kanal Marketing pada Marketing Mix
Salah satu cara paling umum dalam penerapan framework AIDA adalah menentukan peran dari tiap kanal digital marketing.
Contohnya, SEO fokus pada fase awareness, sementara itu e-mail marketing menarget segmen interest.
Goal yang berbeda akan punya strategi yang berbeda pula. Misalnya, SEO untuk fase awareness akan berbeda dengan fase desire.
Peran ini biasa digunakan pada jasa digital marketing agency, misalnya jasa digital marketing Jombang. Jadi, tidak hanya soal SEO saja, tetapi tergantung kanal dan funnel yang mau dioptimasi.
b. Membuat Copies Terbaik
AIDA juga termasuk dalam formula copywriting yang umum digunakan.
Tentunya, kita bisa meracik copies terbaik lewat framework tersebut.
Contoh copies dengan formula AIDA:
Hai, apakah kamu sedang ingin beli rumah? Ada rumah eksklusif nih, ayo beli sekarang sebelum kehabisan promo!
Terlihat bahwa awareness adalah di bagian bahwa sedang menjual rumah. Lalu, di bagian interest ada rumah eksklusif, kemudian di desire, selain rumah eksklusif ada promo juga. Terakhir, action-nya adalah beli.
c. Mengoptimasi Landing Page/Sales Page
Laman khusus konversi bisa menggunakan AIDA juga untuk CRO-nya.
Contohnya, penjelasan tentang produk/jasa secara lengkap, sehingga audiens yang awalnya sekedar tahu, jadi tumbuh rasa ketertarikan, keinginan, hingga akhirnya membeli.
Siapa yang Cocok dalam Menerapkan Framework AIDA?
Framework AIDA sangat berguna untuk seluruh pebisnis atau pun marketer, bahkan sales sekalipun.
Marketer yang C level hingga paling bawah juga biasanya menggunakan AIDA dalam pekerjaan mereka.
Pebisnis yang tidak punya marketer juga sebaiknya memakai framework ini saat sedang berjualan. Paling tidak, implementasikan dalam copywriting-nya.
Apakah Kamu sering pakai Framework AIDA?
Meski dengan adanya pro kontra di dalamnya, AIDA adalah framework yang paling umum dipakai dalam dunia marketing.
Dengan framework yang simpel, seorang marketer dapat menggunakan AIDA untuk meraih kesuksesan dalam campaign-nya. Namun, jangan lupakan limitasinya.
Jadi, apakah kamu penggemar berat AIDA, atau lebih senang pakai framework lain?
Referensi:
https://www.mailmunch.com/blog/aida-model
https://blog.hubspot.com/marketing/aida-model
https://www.impressiondigital.com/blog/aida-model-and-digital-marketing/