Psikologi Marketing

Authority Bias – Bias yang Terjadi Karena “Otoritas”

Saat kita di masa sekolah dulu, omongan orang pintar atau ranking 1 di kelas selalu auto dianggap fakta atau benar tanpa perlu konfirmasi terlebih dahulu. Tahukah kamu? Hal ini dinamakan authority bias, salah satu bias kognitif yang sering dipakai dalam berbagai hal seperti marketing, politik, dan karir.

Authority bias ini adalah pedang bermata dua, ada manfaatnya, namun ada juga bahayanya. Apa saja?

Apa Itu Authority Bias?

Authority bias adalah sebuah tendensi atau kecenderungan seseorang untuk terpengaruh pada opini/pendapat/penilaian dari figur atau pihak yang punya otoritas, sehingga orang yang terkena bias ini akan mematuhi omongan/pendapat/perintah tanpa berpikir kritis atau tidak ada rasa sekptis sama sekali.

Bentuk otoritas ini ada banyak, misalnya:

  • Usia
  • Senioritas
  • Skill
  • Jabatan
  • Followers (untuk medsos)
  • Traffic (untuk SEO)
  • Pengalaman
  • Gelar (akademik atau pun profesi)
  • Tampang
  • Harta/aset/kekayaan
  • Kealiman
  • Reputasi

Mengapa bisa Terjadi Authority Bias?

Dikutip dari The Decision Lab, banyak faktor mengapa bisa terjadi authority bias. Namun, mekanisme secara pastinya belum dieksplorasi lebih lanjut tentang mengapa kita menghargai pendapat ahli.

Contoh faktor penyebab dari munculnya authority bias adalah budaya di mana senior atau orang tua selalu benar dan tidak boleh dibantah. Sementara itu, dari sisi psikologis, sistem hierarki membuat individu mengandalkan kata-kata pimpinan untuk bertahan hidup atau keuntungan bagi mereka seperti lingkungan atau jabatan yang nyaman.

Uniknya, authority bias dapat menguat karena bias kognitif yang lain seperti:

  • Confirmation bias (bias di mana kita cenderung untuk memberikan bobot yang lebih berat, menyadari, atau fokus ke bukti yang kita percayai)
  • Halo effect (Impresi positif terhadap tokoh, produk, jasa, atau brand tertentu)

Manfaat Authority Bias

a. Marketing/Branding

Dalam marketing (digital atau pun konvensional), authority bias bermanfaat untuk memenangkan kepercayaan prospek hingga mendatangkan revenue. Jadi, jangan heran banyak sekali artis atau pun influencer yang disewa untuk mempromosikan suatu produk.

Kanal marketing yang biasanya paling jelas dalam menggunakan bias kognitif ini adalah key opinion leader dan OOH.

Di SEO, authority bias biasanya kita pakai dalam menerapkan author authority seperti mencantumkan gelar penulis/editor.

b. Politik

Authority bias juga lumrah digunakan pada politik, utamanya dalam sistem demokrasi di mana pemimpin dipilih berdasarkan suara terbanyak.

Dengan membayar tokoh publik atau influencer, mereka bisa meraup suara sebanyak mungkin karena pendukung dari influencer tersebut akan memberikan suara kepada tokoh yang mereka idolakan dukung.

Secara literasi politik, sebenarnya tidak baik untuk ikut-ikutan memilih, namun cara ini paling mudah untuk menjangkau masyarakat, terutama yang melek dengan dunia digital.

Kita juga bisa lihat baliho di mana tokoh politik (terutama caleg) yang sedang kampanye biasanya menggunakan tokoh terkenal di belakang, depan, atau sampingnya untuk menimbulkan authority bias.

c. Karir

Percaya atau tidak, authority bias bisa kita manfaatkan untuk bertahan atau berkembang dalam karir. Contohnya adalah mengikuti arahan mentor yang ilmunya sudah diakui dan punya “jalan yang lurus”. Selain itu, mengikuti arahan atasan yang punya power atau otoritas, namun penulis kurang suka melakukan ini karena “menjilat” membuat akal sehat tumpul.

d. Keuangan

Ada influencer keuangan yang menggunakan bias kognitif ini untuk “pompom” aset seperti saham yang telah dibelinya. Hal ini bermanfaat bagi mereka untuk meraup keuntungan setinggi mungkin. Selain itu, pemilik saham yang telah beli dari jauh-jauh hari juga diuntungkan karena banyak orang yang greedy untuk beli sahamnya.

Disclaimer: meski bermanfaat, hal ini termasuk cara kotor dan jangan pernah ditiru.

Bahaya Authority Bias

a. Mengeluarkan Uang untuk Hal yang Tidak Dibutuhkan

Key opinion leader adalah kanal marketing yang benar-benar memanfaatkan authority bias. Jadi, konsumen yang kena bias kognitif ini akan melakukan spending atau mengeluarkan uang untuk hal yang tidak dibutuhkan jika ada produk/jasa yang dipromosikan oleh influencer panutan mereka.

Tentu saja hal ini akan membuat kita boncos sebagai konsumen.

b. Salah Memilih Pemimpin dalam Sistem Demokrasi

Politikus memanfaatkan ketenaran tokoh publik agar pengikut setia si tokoh publik ini memilih mereka (politikus) untuk berkuasa.

Yah, sebenarnya cara ini legal, namun pemilih yang memilih hanya berdasarkan ikut-ikutan orang lain tanpa mengetahui background, visi, misi, dan program calon pemimpin/politikus adalah contoh yang kurang sehat dan tidak bijak dalam demokrasi.

c. Menjadi Korban “Politik Kantor”

Mengikuti arahan atasan secara “buta” karena authority bias? Hati-hati jadi tumbal/korban dalam politik kantor.

Meski kita menjadikan seseorang inspirasi atau mentor dalam karir, apalagi satu kantor, tetap sediakan ruang keraguan untuk tetap berpikir kritis.

d. Boncos dalam Investasi

Saat kita kena authority bias saat investasi, misalnya beli saham atau kripto karena influencer kaya yang pompom, maka hal tersebut dapat menyebabkan kita boncos dalam investasi yang kita lakukan.

Selalu DYOR (do your own research/risk) ketika berinvestasi.

e. Mengikis Kemampuan Berpikir Kritis

Ketika seseorang sudah kena authority bias, maka kemampuan berpikir kritisnya bisa saja berkurang karena menganggap apa pun yang diucapkan tokoh berotoritas tersebut itu benar/fakta tanpa adanya rasa skeptis.

Hal ini bahaya karena bisa saja hal yang salah justru dibenarkan.

Contoh Penerapan Authority Bias

Banyak sekali loh contoh penerapan authority bias:

  • Anak ranking 1 selalu dianggap benar jawabannya oleh anak-anak sekelasnya
  • Artis yang mendukung capres tertentu, sehingga orang yang mengidolakan artis tersebut ikut mendukung capres yang didukungnya
  • Tidak ada yang berani membantah pendapat anak olimpiade dari bidang yang dikuasainya
  • Mahasiswa yang menuruti apa pun yang dikatakan oleh profesor/dosennya
  • Anak buah yang menuruti bosnya tanpa ragu atau mempertanyakan mengapa keputusan tersebut terjadi

Bagaimana Cara Menghindari Authority Bias?

a. Sediakan Ruang untuk Skeptis

Sekagum apa pun kita dengan orang/objek, tetap sediakan ruang untuk skeptis agar kita bisa berpikir kritis terhadapnya dan terhindar dari authority bias.

Jika tidak ada ruang untuk skeptis, maka kita sama saja dengan robot, mengiyakan semua perkataan tanpa ragu sedikit pun.

b. Sadar bahwa Di Dunia Ini Tidak Ada yang Sempurna kecuali Tuhan

Setiap orang atau objek itu punya aibnya masing-masing, hanya saja kita saja yang tidak tahu.

Sadar bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan itu bisa menghindarkan kita dari authority bias.

c. Jangan Pernah “Mengkultuskan” Orang atau pun Objek

Mungkin ini mirip dengan poin b. namun poin c. ini juga jadi penegasan, yaitu jangan pernah “mengkultuskan siapa pun/apa pun”.

Ketika orang sudah “mengkultuskan” siapa pun/apa pun, mereka tidak akan berpikir, namun selalu percaya dengan pihak/objek yang mereka kultuskan.

Hati-Hati dengan Authority Bias

Authority bias banyak dipakai pada berbagai bidang, utamanya marketing/branding, politik, dan karir. Namun bias kognitif ini tidak hanya bermanfaat, tetapi juga bisa berbahaya karena dapat mengaburkan sisi berpikir kritis.

Jadi, hati-hati dengan bias kognitif. Ingat bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan.

Referensi:

https://thedecisionlab.com/biases/authority-bias

https://newristics.com/heuristics-biases/authority-bias

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *