Paradox of Choice – Lebih Sedikit = Lebih Baik?
Saat memutuskan untuk membeli suatu barang, semakin banyak pilihan, harusnya semakin mudah untuk memlih. Namun, pada kenyataannya, semakin banyak pilihan, semakin bingung kita, sehingga kita merasa overwhelmed dan pada akhirnya tidak ada keputusan yang dibuat. Hal ini dinamakan paradox of choice atau paradoks pilihan. Contohnya adalah saat kita browsing di online shop, tetapi kita semakin bingung dan tidak kelar-kelar seiring makin banyaknya barang yang kita lhat.
Paradox of choice biasanya dimanfaatkan oleh marketer loh. Namun, kita juga bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Yuk kita ketahui lebih lanjut soal paradoks pilihan ini!
Apa Itu Paradox of Choice?
Paradox of choice adalah sebuah fenomena di mana semakin banyak pilihan yang ada, justru semakin sulit juga konsumen dalam memilih atau senang dengan keputusan yang mereka ambil. Istilah ini dipopulerkan oleh psikolog Amerika Serikat bernama Barry Schwartz.
Aspek Utama dalam Paradox of Choice
Dikutip dari Clear Voice, berikut beberapa aspek utama dalam paradox of choice:
- Semakin banyak pilihan, semakin sulit untuk membuat keputusan
- Karena sulit membuat keputusan, mereka kemungkinan akan menyesal atau tidak puas setelah membeli
- Semakin banyak pilihan memang semakin menarik, namun ekspektasi juga ikut naik
- Terdapat dua tipe konsumen, yaitu maximizer (memilih yang terbaik dari yang terbaik) dan satisfier (memilih yang cukup bagus)
- Pada keputusan besar seperti rencana/polis asuransi, semakin banyak pilihannya, semakin konsumen tidak mau beli programnya
- Tugas dalam membuat keputusan terlalu banyak dapat menguras energi konsumen, sehingga mereka bisa merasa cemas atau depresi
Manfaat Paradox of Choice dalam Marketing
Tentu saja paradox of choice ini sangat berguna untuk marketer, di antara lain:
a. Mengoptimasi Landing/Sales Page
Ketika membangun landing/sales page, perlu untuk membatasi opsi atau dengan kata lain membuat user fokus pada key message dan (misalnya) tombol untuk mengarahkan mereka ke marketing funnel berikutnya.
Berdasarkan paradox of choice, marketer atau desainer bisa membangun sales/landing page yang teroptimasi dengan baik.
b. Megoptimasi Konten
Dalam konten, terutama dengan tujuan untuk conversion, penting untuk fokus pada satu tombol/tempat klik saja agar user tidak bingung.
Terlalu banyak opsi klik di konten akan menaikkan bounce rate.
c. A/B Testing
Kita bisa cek bagaimana hasil yang didapatkan jika user diberikan X pilihan dan Y pilihan. Lalu, A/B testing dan dapatkan kesimpulannya, bagaimana cara optimasi terbaiknya? Berapa pilihan yang harus diberikan?
Cara Menghadapi Paradox of Choice
Pada dasarnya, cara menghadapi paradox of choice adalah membatasi apa yang harus kita pilih.
Filterlah berdasarkan parameter yang kamu inginkan atau gunakan search bar. Jangan sampai terkena trik marketing seperti decoy effect.
Jangan membiasakan diri untuk browsing terlalu banyak, terutama saat berbelanja di olshop.
Semakin banyak pilihan, semakin besar juga peluang kita untuk kena decision fatigue.
Lebih Baik punya Pilihan lebih Sedikit, tetapi Menghasilkan Dampak yang lebih Besar
Semakin banyak pilihan, justru akan semakin bingung seseorang. Karena itu, sebagai marketer, kita perlu membuat user fokus pada hal yang kita inginkan, baik itu dalam call to action, lead magnet, dll.
Bantu user agar bisa membuat keputusan terbaik!
Referensi:
https://modelthinkers.com/mental-model/paradox-of-choice
https://thedecisionlab.com/reference-guide/economics/the-paradox-of-choice
Paradox of Choice: How Too Many Choices Might Overwhelm Your Audience